Selasa, 09 September 2008

Polygon Incaran


Ini dia sepeda incaran saya. Tidak terlalu bagus memang. Tapi ini bagi saya sangat cukup. Terutama semenjak tinggal di Jakarta, atau Tangerang, karena Ciputat sekarang masuk ke Kabupaten Tangerang. Di sana saya tinggal bersama Mas (Om) Agus, dan ikut kerja sama dia di perusahaan provider outdoor based training di kawasan Taman Wisata Pulau Situ Gintung, Ciputat Tangerang. Jarak dari rumah ke Pulo, begitu kami biasa menyebutnya, sekitar 2-3 kilometer, dan saya tidak punya alat transportasi lain selain angkot dan nebeng.
Kembali ke sepeda. Sepeda ini harganya adalah Rp 1.795.000, itu yang saya llihat di website Polygon. Dan foto ini juga diambil dari polygoncycle.com. Harga segitu bagi saya sudah cukup mahal karena memang belum punya penghasilan tetap. Sebenarnya ada product list lain yang lebih menggiurkan dari Polygon , tetapi harganya ampun-ampunan buat saya. Terutama yang versi Royale, harganya dan spesifikasinya hanya untuk profesional dan orang-orang berkantong tebal. Favorit saya adalah yang tipe
Collosus DH2.0, dengan fork depan mirip motor motocross atau supermoto dengan diameter besar, warna hitam sporty dan gagah. Frame sepedanya sendiri berwarna putih bersih, jadi tampak seperti sebuah kendaraan prototype. Tetai jangna kaget dengan harganya, bisa untuk membeli sebuah sedan Toyota Corona tua tahun 90 ke bawah, yakni Rp. 27,495,000! Mantap bukan?
Maka dari itu, Polygon yang bertipe Premiere di atas bagi saya cukup untuik komuter di seputaran Ciputat. Cukup untuk main ke tempat Mayda, teman istimewa saya di sana. Kami selalu ingin saling bertemu tetapi saya dibatasi jarak yang cukup jauh dan ketidaktersediaan kendaraan pribadi. Yah, paling tidak saya bisa sampai di sana tidak dengan kecapekan. hehehe.
Alasan lain adalah selain saya belum mungkin membeli motor untuk dipakai di Jakarta, juga karena sepeda onthel tidak jauh-jauh dari roda dua. Yang penting roda dua, cukup. Sekadar info, saya termasuk orang yang gila kendaraan roda dua, entah motor atau sepeda. Bahkan saya tiap hari Rabu harus membeli tabloid Motor Plus, karena kalau tidak, kepala bisa pening, perut mual, gelisah, rindu, lapar, haus, ingin mati dan lain sebagainya. Alasan lainnya lagi, saya ingin bergabung di komunitas Bike to Work yang sedang gencar mengkampanyekan bersepeda ke tempat kerja di Jakarta karena mereka prihatin dengan kemacetan kota Jakarta dan kangen dengan langit biru menggantung indah di atas kota mereka tercinta.

Mari bersepeda!

Senin, 08 September 2008

Ngawut-awut Kebon


Sebuah pengalaman baru. Dunia yang dulu hanya sekelebat saja dalam benak saya ternyata adalah dunia yang sangat indah dan bersemangat. Outdoor-based training atau lebih dikenal dengan kegiatan outbound adalah dunia baru buat saya. Pada waktu kuliah pun hanya dengar sayup-sayup dari teman satu kos saya yang bernama Anjar Prabowo. Sejak awal dia memang tertarik dengan dunia kepelatihan, mungkin sudah ada bakat.
Kebetulan saya punya om, namanya Om Agus Supadmo atau kalau di lingkungan keluarga dipanggil Agus dan di lingkungan teman-temannya dia dipanggil Padmo, bekerja di sebuah provider outbound yang bernama Dataran Palma Adventure di kawasan taman wisata Pulau Situ Gintung, Ciputat, Tangerang. Sejak masih kuliah di Unnes, Mas Agus sudah mengajak saya untuk bergabung dengannya jika sedang liburan. Tetapi karena mungkin di Semarang outbound belum begitu populer, maka saya tidak begitu menanggapi. Tetapi dalam hati saya katakan bahwa saya harus mencoba kesana danmenggali sesuatu yang baru itu.
Setelah lulus kuliah dan saya belum ada pekerjaan tetap, saya putuskan untuk pergi ke Jakarta untuk berkunjung ke Nenek dan sanak saudara. Ketika sesampai di rumah Mas Agus saya langsung diajak untuk pergi ke Bogor karena disana sedang ada event yang lumayan besar. Itulah pengalaman saya melihat langsung kegiatan outbound. Disana saya masih canggung dengan orang-orang, saya hanya sebagai penonton, dan kalau sedang bosan pun yang saya lakukan hanya tidur-tiduran, kesana kemari dan tak tahu harus berbuat apa. Sedangkan maksud Mas Agus adalah supaya saya belajar di dunia itu. Tetapi, Mas Agus tidak secara langsung bicara bahwa, ayo Tigor kamu tugasnya ini, bukan seperti itu. Jadi saya bingung, karena saya orang canggungan di lingkungan baru.
Tetapi pada dasarnya saya menyukai ini. Terbukti saya akhirnya bertahan di Tangerang untuk terus menggali pengalaman baru, sampai sekarang, menjelang Idul Fitri 1429 H. Disini saya menemui banyak karakter orang, mulai yang kepemimpinannya bagus, kepemimpinannya membingungkan, membuat kisruh dan bingung anak buah, ada juga yang meski dia berposisi lumayan tinggi di perusahaan tetapi tak segan bekerja keras layaknya tim teknis.